Jumat, 09 November 2012

LANGKAH PENYELIDIKAN WABAH



LANGKAH PENYELIDIKAN WABAH
Dosen Pengampu : Marmi, S.ST

Kelompok II :
DEWI BIDAYATUL ROHMAH   (M10.02.0020)
                                            JULIA ISTIQOMAH                       (M10.02.0054)
                                            MARVELLA RAMADHANI          (M10.02.0029)
                                            NADIA SWASTIKA                        (M10.02.0073)
                                            SRIMIATUN                                    (M10.02.0041)

PRORAM STUDI D-III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2012

LANGKAH INVESTIGASI WABAH
Langkah melakukan investigsi wabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang sistemik yang terdiri dari :
1.      Persiapan Investigasi di Lapangan
Persiapan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu:
a.       Investigasi : pengetahuan ilmiah perlengkapan dan alat
b.      Administrasi: prosedur administrasi termasuk izin dan pengaturan perjalanan
c.       Konsultasi: peran masing – masing petugas yang turun kelapangan
2.      Pemastian Adanya Wabah
Dalam mementukan apakah wabah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah beberapa minggu atau bulan sebelumnya.
b.      Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan.
c.       Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya
Catatan hasil surveilans
1)      Catatan keluar dari rumah sakit, statistic kematian, register, dan lain-lain.
2)      Bila data local tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional.
3)      Boleh juga dilaksanakan survey di masyarakat (menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada).
d.      Pseudo endemik (jumlah kasus yang dilaporkan belum tentu suatu wabah):
1)      Perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita
2)      Adanya cara diagnosis baru
3)      Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat
4)      Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa
5)      Bertambahnya jumlah penduduk yang rentan


3.      Pemastian Diagnosis
Semua temuan secara klinis harus dapat memastikan diagnosis wabah, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a.       Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut
b.      Untuk menyingkirkan kesalahan laboraturium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan
c.       Semua temuan klinis harus disimpulakan dalam distribusi frekuensi
d.      Kunjungan terhadap satu atau dua penderita
4.      Pembuatan Definisi Kasus
Pembuatan definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang. Penyelidikan sering membagi kasus menjadi pasti (compirmed), mungkin (probable), meragukan (possible), sensivitas dan spesifitas.
5.      Penemuan dan Penghitungan Kasus
Metoda untuk menemukan kasus yang harus sesuai dengan penyakit dan kejadian yang diteliti di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan diagnosis. Informasi berikut ini dikumpulakan dari setiap kasus :
a.       Data identifikasi (nama, alamat, nomor telepon)
b.      Data demografi (umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan)
c.       Data klinis
d.      Faktor risiko, yang harus dibuat khusus untuk tiap penyakit
e.       Informasi pelapor untuk mendapatkan informasi tambahan atau memberi umpan balik
6.      Epidemiologi Deskriptif
a.       gambaran wabah berdasarkan waktu
Perjalanan wabah berdasarkan waktu digambarkan dengan grafik histogram yang berbentuk kurva epidemic, gambaran ini membantu :
1)      Memberi informasi sampai dimana proses wabah itu dan bagaimana kemungkinan kelanjutannya
2)      Memperkirakan kapan pemaparan terjadi dan memusatkan penyelidikan pada periode tersebut, bila telah diketahui penyakit dan masa inkubasinya.
3)      Menarik kesimpulan tentang pola kejadian, dengan demikian mengetahui apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya,
Kemungkinan periode pemaparan dapat dilakukan dengan :
1)      Mencari masa inkubasi terpanjang, terpendek, dan rata-rata
2)      Menentukan puncak wabah atau kasus mediannya, dan menghitung mundur satu masa inkubasi rata-rata
3)      Dari kasus paling awal kejadian wabah, dihitung mundur masa inkubasi terpendek
Masa inkubasi penyakit adalah waktu antara masuknya agens penyakit sampai timbulnya gejala pertama. Informasi tentang masa inkubasi bermanfaat bila penyakit belum diketahui sehingga mempersempit diagnosis diferensial dam memperikan periode pemaparan. Cara menghitung median masa inkubasi :
1)      Susunan teratur ( array) berdasarkan waktu kejadiannya
2)      Buat frekuensi kumulatifnya
3)      Tentukan posisi kasus paling tengah
4)      Tentukan kelas median
5)      Median masa inkubasi ditentukan dengan menghitung jarak antara waktu pemaparan dan kasus median
b.      gambaran wabah berdasarkan tempat
Gambaran wabah berdasarkan tempat menggunakan gambaran grafik berbentuk Spot map. Grafik ini menunjukkan kejadian dengan titik/symbol tempat tertentu yang menggambarkan distribusi geografi suatu kejadian menurut golongan atau jenis kejadian namun mengabaikan populasi.
c.       Gambaran wabah berdasarkan ciri orang
Variable orang dalam epidemiologi adalah karakteristik individu yang ada hubungannya dengan keterpajanan atau kerentanan terhadap suatu penyakit. Misalnya karakteristik inang ( umur, jenis kelamin, ras/suku, status kesehatan) atau berdasarkan pemaparan ( pekerjaan, penggunaan obat-obatan)
7.      Pembuatan Hipotesis
Dalam pembuatan suatu hipotesis suatu wabah, hendaknya petugas memformulasikan hipotesis meliputi sumber agens penyakit, cara penularan, dan pemaparan yang mengakibatkan sakit.
a.       Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu:
Apa reservoir utama agen penyakitnya?
Bagaimana cara penularannya?
Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan?
Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular?
b.      Wawancara dengan beberapa penderita
c.       Mengumpulkan beberapa penderita mencari kesamaan pemaparan.
d.      Kunjungan rumah penderita
e.       Wawancara dengan petugas kesehatan setempat
f.       Epidemiologi diskriptif
8.      Penilaian Hipotesis
Dalam penyelidikan lapangan, hipotesis dapat dinilai dengan salah satu dari 3 cara
a.       Dengan membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada, atau
b.      Dengan analisis epidemiologi untuk mengkuantifikasikan hubungan dan menyelidiki peran kebetulan.
c.       Uji kemaknaan statistik, Kai kuadrat.
9.      Perbaikan hipotesis dan penelitian tambahan
Dalam hal ini penelitian tambahan akan mengikuti hal dibawah ini
a.       Penelitian Epidemiologi (epidemiologi analitik)
b.      Penelitian Laboratorium (pemeriksaan serum) dan Lingkungan (pemeriksaan tempat pembuangan tinja)


10.  Pengendalian dan Pencegahan
Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin upaya penanggulangan  biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah diketahui Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam penularan penyakit. Upaya pengendalian mungkin diarahkan pada agen penyakit, sumbernya, atau reservoirnya.
11.  Penyampaian Hasil Penyelidikan
Penyampaian hasil dapat dilakukan dengan dua cara pertama Laporan lisan pada pejabat setempat dilakukan di hadapan pejabat setempat dan mereka yang bertugas mengadakan pengendalian dan pencegahan dan yang kedua laporan tertulis.Penyampaian penyelidikan diantaranya
a.       Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan beralasan
b.      Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah; kesimpulan dan saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah
c.       Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil, diskusi, kesimpulan, dan saran)
d.      Merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan
e.       Merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang.

Contoh kasus
DEMAM BERDARAH
A.    Latar belakang
Demam Berdarah Dengue adalah demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, terdapat tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik merah/ptekie, mimisan perdarahan pada gusi, muntah/berak darah), ada perbesaran hati dan dapat timbul syok (pasien gelisah, nadi cepat dan lemah, kaki tangan dingin, kulit lembab, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%) dan trobositopeni (trombosit < 100.000/mm3).
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyakit menular yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
DBD disebabkan oleh virus dengue yg ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah, sehingga penularannya terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penular tersebut.
Berdasarkan Laporan W1 KLB/Wabah oleh Puskesmas Lampasio tanggal 14 Maret 2011 bahwa telah ditemukan kematian karena menderita DBD sebanyak 1 orang dari 33 kasus, maka untuk itu dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh tim penyelidikan KLB/wabah DBD Dinas Kesehatan Kab. Toli-Toli bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi serta tim dari petugas Puskesmas Lampasio dengan melakukan analisa terhadap berbagai factor yang berhubungan dengan terjadinya KLB/wabah DBD di desa tersebut.

B.     TUJUAN PENYELIDIKAN
1.      Tujuan Umum : Melakukan tindakan penanggulangan dan pengendalian wabah DBD di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibae, dan Desa Oyom.
2.      Tujuan Khusus
a)      Memastikan kebenaran kasus wabah DBD yang dilaporkan dan luasnya penyebaran
b)      Mengetahui kemungkinan kecenderungan terjadinya penyebarluasan penyakit DBD di lokasi
c)      Mengetahui gambaran situasi penyakit dan saran alternative pencegahan
d)     Melakukan penanggulangan DBD di lokasi
C.    HASIL PENYELIDIKAN
Analisis Situasi
Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom merupakan bagian dari Kecamatan Lampasio dan wilayah kerja Puskesmas Lampasio yang juga merupakan bagian dari pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli dengan jumlah penduduk adalah sebagai berikut :
Desa
Jumlah
Total (Jiwa)
Laki-Laki
Perempuan
Sibea
786
711
1,497
Oyom
1,138
1,012
2,150
Lampasio
986
898
1,884
Tinading
1,131
1,064
2,195
Jumlah
4,131
3,685
7,816
…………………………………Sumber : Data sekunder
Puskesmas Lampasio dengan wilayah kerja 9 desa dengan batas wilayah sebagai berikut :
1.    Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Baolan.
  1. Sebelah timur berbatasan Kabupaten Buol.
  2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Basidondo.
  3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ogodeide.
Lokasi kejadian KLB/wabah berada di 4 desa di Kecamatan Lampasio wilayah kerja Puskesmas Lampasio Kabupaten Toli-Toli. Kasus DBD mulai terjadi pada tanggal 28 Februari 2011 dan dilakukan penyelidikan kasus pada tanggal 15 Maret 2011. Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah yang dilakukan secara lintas program dan lintas sektor,
yaitu :
Lintas Program di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli :
1)      Kasie Sepim Kesma Dinkes Kab Toli-Toli.
2)      Pengelola Surveilans Dinkes Kab. Toli-Toli.
3)      Pengelola DBD Dinkes Kab. Toli-Toli.
4)      Tim Investigasi Puskesmas Lampasio
Lintas Sektor Terkait : Pemerintah setempat (Kepala desa Bomba Kec. Una-Una).

D.    Pemastian diagnosis
Pemastian diagnosis dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada penderita dan melakukan pengambilan sampel darah pada beberapa orang penderita yang sedang dirawat. Pemeriksaan sediaan darah dengan menggunakan Rapid Test Diagnostic (RDT) yang dilakukan oleh analis kesehatan Puskesmas Lampasio.
Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan terhadap 44 kasus DBD, dengan gejala klinis digambarkan pada tabel berikut ini :
Tabel 1.  Distribusi Gejala Klinis Penderita pada KLB/wabah DBD di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibae, Desa Oyom Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli pada tanggal 28 Februari s/d 15 Maret 2011
No.
Gejala Klinis
Jumlah
%
1
Demam
44
100
2
Sakit Ulu Hati
7
15,9
3
Torniket
0
0
4
Perdarahan
31
70,5
5
Muntah
7
15,9
6
Shock
0
0
7
Batuk
20
45,5
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan.
Dari tabel diatas terdapat gejala dengan frekuensi tertinggi pada penderita adalah Demam (100 %) , Perdarahan 70,5%, Batuk 45,5 %, Sakit ulu hati 15,9%, Muntah 15,9 %. Hal ini merupakan gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus dengue dimana vektor perantara adalah nyamuk aedes aegypti.

E.     Pemastian KLB
Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan baik dan jumlah kasus DBD dapat dideteksi sesuai dengan wilayah administratif seperti desa atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat dijadikan peringatan dini sebelum terjadi KLB. Untuk memastikan bahwa peningkatan kasus adalah KLB atau bukan KLB, dapat dilakukan analisis pola minimum-maksimum kasus DBD  bulanan maupun mingguan dengan pembanding kasus DBD pada tahun-tahun sebelumnya. Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, pada daerah desa atau kelurahan sebaiknya ditetapkan telah berjangkit KLB/wabah DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai berikut :
  1. Terdapat satu kasus DBD atau lebih yang selama 3 bulan terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes Aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%.
  2. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya.
  3. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Dari hasil investigasi diketahui telah terjadi Kejadian Luar Biasa Penyakit DBD seperti terlihat pada grafik berikut :
Grafik 1. Kasus DBD  menurut Tanggal  Mulai Demam di Desa Lampasio, Tinading, Sibea, dan Oyom Bulan Mei Tahun 2011
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan
Kriteria KLB ini ditetapkan sesuai pedoman Depkes (1991), suatu Kejadian Luar Biasa apabila memenuhi salah satu kriteria diantaranya adalah adanya peningkatan kasus secara bermakna dari periode sebelumnya pada periode mingguan terlihat tanggal  3 – 9 Maret 2011 terjadi kenaikan penderita lebih dari 2 kali periode minggu sebelumnya.

F.      Analisis Epidemiologi
1.      Distribusi menurut orang
Distribusi penderita DBD dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Distribusi Kasus DBD menurut kelompok umur  di Wilayah Puskesmas Lampasio Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011.
No
Kelompok Umur (Thn)
Jumlah Kasus
CFR (%)
Sakit
Mati
1
≤ 12
22
0
0
2
13 – 24
2
1
50
3
25 – 36
6
0
0
4
37 – 48
13
0
0
5
> 49
1
0
0

Jumlah
44
0
0
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan
Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok umur yang terbanyak sakit berada pada kelompok umur ≤ 12 tahun sebanyak 22 orang, terendah pada kelompok umur > 49 tahun sebanyak 1 orang, dan CFR 50% pada kelompok umur 13 – 24 tahun.

Tabel 3  Distribusi Kasus DBD menurut jenis kelamin di Wilayah Puskesmas Lampasio,  Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011

No
Jenis Kelamin
Populasi
Rentan
Jumlah kasus
Attack Rate (%)
CFR (%)
Sakit
Mati
1
Laki – laki
4131
21
0
0,51
0
2
Perempuan
3685
23
1
0,62
4,38
Jumlah
7816
44
1
0,90
2,27
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan
Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus terbanyak pada jenis kelamin perempuan (23 kasus) dengan AR = 0,62% dan CFR = 4,38%.
2.      Distribusi menurut tempat
Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Lampasio berdasarkan tempat dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.Distribusi Kasus DBD menurut tempat tinggal penderita pada KLB di Wilayah Puskesmas Lampasio, Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011
No
Nama Desa
Jumlah kasus
CFR (%)
Sakit
Mati
1
Desa Lampasio
20
0
0
2
Desa Tinading
18
0
0
3
Desa Sibea
2
0
0
4
Desa Oyom
4
1
25
Jumlah
44
1
2,27
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan
Hasil pengamatan terhadap asal penderita diperoleh gambaran bahwa sebagian besar dari penderita berasal dari Desa Lampasio yaitu 20 kasus dan penderita DBD yang meninggal berasal dari Desa Oyom dimana CFR = 25% seperti dalam tabel di atas.
3.      Distribusi menurut waktu
Untuk menggambarkan kasus pada periode KLB (lamanya KLB berlangsung) biasanya digambarkan dalam kurva epidemik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness), Interval dalam pembuatan kurva epidemik yang dipakai adalah 1 harian.
Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Lampasio berdasarkan waktu mulai sakit dapat dlihat pada tabel di bawah ini :
Berdasarkan hasil investigasi, awal mulai sakit tanggal 28 Pebruari 2011 dengan jumlah penderita 2 orang dan mengalami puncak kasus pada tanggal 9 Maret 2011 dengan peningkatan kasus sebanyak 8 orang, sehingga jumlah kasus secara keseluruhan adalah 44 kasus.
4.      Identifikasi sumber dan penyebab
Hasil survey jentik ditemukan beberapa karakteristik di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom yaitu terdapat tempat –tempat perindukan nyamuk seperti tempurung kelapa, ban – ban, kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita merupakan media yang cepat berkembang biaknya nyamuk-nyamuk aedes aygepty  dan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jentik –jentik nyamuk ternyata paling banyak jenis jentik nyamuk Aedes, yang didukung dengan kondisi curah hujan  tidak menentu sehingga  penyebaran penyakit ini menjadi cepat menular kepada penduduk yang berada didesa tersebut.
5.      Identifikasi Cara penularan
Mekanisme penularan terjadi melalui gigitan nyamuk yang memang telah ada di wilayah tersebut dimana sebelumnya penderita yang pertama kali terpapar kasus DBD mempunyai riwayat bepergian ke daerah endemis DBD dimana penderita tersebut bersekolah di Kota Toli-Toli yang kemungkinan Virusnya didapat di kota.

G.    MASALAH YANG DIHADAPI
Adapun permasalahan yang ditemukan di desa tersebut adalah:
1.    Ditemukannya wadah sebagai tempat perindukan nyamuk seperti tempurung kelapa, ban – ban, kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita.
  1. Sistem kewaspadaan Dini (SKD) KLB di puskesmas tidak berjalan optimal
  2. Masih kurangnya penyuluhan terhadap masyarakat sehingga peran serta masyarakat masih rendah khususnya dalam hal pengelolaan lingkungan dimana di sekitar tempat tinggal penderita DBD ditemukan tempat perindukan vector aedes.
  3. Pengetahuan masyarakat masih kurang mengenai penyakit DBD sehingga terlambat mengunjungi tempat pelayanan kesehatan yang akhirnya menyebabkan kematian.

H.    UPAYA PENANGGULANGAN
Adapun upaya yang dilakukan dalam penanganan dan penanggulangan KLB DBD di wilayah Puskesmas Lampasio adalah :
1.    Melakukan fogging wilayah dua siklus dimana satu minggu setelah siklus pertama dilakukan fogging siklus kedua.
  1. Melakukan abatisasi di sekitar wilayah kejadian KLB DBD.
  2. Penyuluhan dilakukan dengan koordinasi lintas sektor dan lintas program.
  3. Pembinaan terhadap petugas surveilans puskesmas dalam hal SKD KLB.
  4. Melakukan surveilans ketat hingga KLB dinyatakan berhenti.

I.       KESIMPULAN DAN SARAN
a.      Kesimpulan
1)   Telah terjadi KLB DBD di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom dengan jumlah penderita 44 orang, AR = 0,90% dan CFR = 2,27%.
2)   Kelompok umur ≤ 12 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita DBD dengan jumlah kasus 22 orang.
3)   Pemastian diagnosis adalah hasil pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan jentik nyamuk.
4)   Pola epidemik adalah propagated epidemic karena adanya lebih dari satu sumber penularan yaitu ditemukannya tempurung kelapa, ban-ban dan kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita.

b.      Saran
1.    Tingkatkan SKD terhadap penyakit-penyakit yang berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa sehingga peningkatan kasus bisa cepat terdeteksi sedini mungkin.
2.    Pembasmian sarang nyamuk/wadah tempat berkembang biaknya nyamuk aedes di setiap tempat.
3.    Penyuluhan Kesehatan Masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat dalam mencegah terjadinya penyakit dan juga kematian.


Soal
1. Yang merupakan langkah-langkah dalam penyelidikan wabah adalah :
1) menegakkan diagnosa
2) merumuskan suatu hipotesa
3) merencanakan penyelidikan
4) melaksanakan penyelidikan
Jawaban : E. (Semua benar)
2. Unsur-unsur penting untuk menegakkan diagnosa dalam penyelidikan wabah adalah :
1) Definisi kasus
2) Klasifikasi kasus dan tanda klinik
3) Pemeriksaan laboratorium
4) Membandingkan informasi yang didapat
Jawaban : A. (1,2,3 benar)
3. Terselenggaranya Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dengan baik untuk dapat mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) DBDmelalui kerja sama lintas program dan lintas sektoral sehingga dapat mencegah kematian dan menekan angka kesakitan penyakit malaria. Merupakan pengertian dari :
a. Tujuan umum penyelidikan wabah
b. Tujuan khusus penyelidikan wabah
c. Langkah-langkah penyelidikan wabah
d. Manfaat penyelidikan wabah
e. Rumusan penyelidikan wabah
Jawaban : A
4. Langkah-langkah penyelidikan wabah dalam kegiatan penanggulangan Kasus DBD antara lain :
1) pencarian penderita/tersangka DBD lainnya
2) menjauhkan penderita dari orang lain
3) pemeriksaaan jentik di rumah penderita
4) memberikan obat anti malaria pada penderita
Jawaban : B (1 dan 3)
5. Dalam penyelidikan wabah DBD, langkah analisis data yang harus dilakukan adalah :
1) Membuat kurva epidemik
2) Menentukan gejala/tanda penyakit yang menonjol
3) Menghitung masa inkubasi
4) Menghitung food specific attack rate
Jawab : E. (benar semua)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar